Apakah ada cara yang lebih mudah untuk menjawab siapa yang melakukan kekerasan pada anak?
Sementara ada kelompok orang tertentu yang biasanya muncul, tidak ada cara yang secara spesifik bisa mengenali siapa yang melakukan kekerasan pada anak. Bagaimanapun, ada beberapa kelompok utama dimana kekerasan pada anak bisa muncul.
# 1. Orang dewasa adalah yang paling sering terpikir sebagai pelaku kekerasan pada anak. Orang tua, saudara, tetangga, guru, pendeta, pekerja sosial, petugas polisi, anggota geng, dan orang dewasa lainnya sangat sering menjadi pelaku kekerasan pada anak. Tapi orang dewasa adalah bagian dari hal yang lebih besar dari kekerasan pada anak yang terjadi secara sosial.
# 2. Komunitas mengijinkan terjadinya kekerasan pada anak dan tidak memeranginya. Kekerasan pada anak secara sosial dengan mudah ditoleransi karena muncul sebagai adanya hubungan secara politik, ekonomi, budaya, atau agama, dan juga membawa otoritas dari institusi yang lebih tinggi.
Beberapa contoh dari hal ini menyertakan pembersihan jalanan dari yatim piatu dan anak jalanan, mutilasi bagian organ kewanitaan, mengijinkan hukuman secara bersama di sekolah dan penggambaran akan kekerasan di media.
Orang dewasa dan komunitas juga melakukan kekerasan pada anak lewat beberapa bentuk dari pendisiplinan pada anak. Orang-orang bisa melakukan kekerasan pada anak tanpa menyadarinya karena mereka menggunakan metode yang sudah biasa muncul di budaya mereka untuk waktu lama. Metode ini mendorong orang tua untuk menyakiti anak mereka dalam nama disiplin.
Di beberapa bagian di Asia, anak-anak dipukul pakai tongkat sementara lainnya diikat di dalam karung beras; di beberapa bagian Afrika, anak-anak dicambuk di sekolah, di beberapa bagian di Amerika Selatan, anak-anak dipaksa untuk berlutut diatas kacang yang belum dimasak, menyebabkan rasa sakit yang parah di lutut dan di tulang kering.
Sayangnya, kekerasan fisik bukan hanya satu-satunya bentuk dari kekerasan pada anak yang disalahartikan sebagai disiplin pada anak. Orang tua dan pengasuh bisa menggunakan setiap kategori kekerasan sebagai bentuk yang salah dari pendisiplinan anak. Seorang anak bisa datang untuk percaya bahwa dia tidak memiliki arti ketika orang tua mendisiplin secara verbal berulang kali dengan menyatakan hal yang sama; penarikan diri secara emosi dari orang tua yang kecewa dengan kesalahan anaknya bisa menyebabkan kerusakan emosi yang besar pada si anak; orang tua yang mengunci anaknya di lemari untuk mendisiplin bukan hanya mengabaikan anak tapi juga menciptakan kerusakan yang dalam secara psikologis juga.
Mungkin bagian yang paling buruk dari pendisiplinan anak secara keras adalah bahwa orang tua atau pengasuh dibesarkan dengan cara yang mirip atau lingkungan yang lebih keras. Mereka biasanya tidak mengerti perbedaan antara kekerasan dan disiplin karena mereka juga mengalami tindak kekerasan atas nama disiplin. Disiplin yang tidak tepat mungkin menutupi sebagian besar bentuk dari kekerasan pada anak. Ketika seorang anak bertumbuh untuk merasa takut akan disiplin yang diberikan pengasuhnya, dia akan juga mengembangkan pemikiran yang tidak sehat tentang perfeksionisme berdasarkan pada ketakutan yang besar akan membuat kesalahan. Atau anak mungkin mengembangkan sikap melawan terhadap otoritas dan memilih gaya hidup yang menghancurkan yang merusak dirinya dan orang lain. Cara apapun itu, orang tua dan pengasuh harus ingat motto ini: “inti dari disiplin adalah mengajar anak apa yang benar dan salah, bukan untuk membuat mereka hidup dalam ketakutan.
Hal ketiga dimana kekerasan pada anak bisa terjadi adalah # 3. teman sebaya. Tekanan dari teman sebaya terjadi ketika anak-anak melakukan kekerasan terhadap anak lainnya, dan ini lebih sering disebut tindakan penggertakan. Walaupun penggertakan biasanya adalah bagian yang lazim dari masa kanak-kanak, hal ini tidak bisa ditoleransi atau menjadi alasan. Seperti berbagai bentuk kekerasan pada anak, tekanan dari teman sebaya juga bisa merusak anak secara fisik, emosi, seksual, dan psikologis.
Akhirnya, seorang anak bisa mengalami kekerasan lewat melukai # 4. diri sendiri, yang biasanya dihubungkan dengan rendahnya harga diri atau ada kemarahan terhadap diri sendiri. Melukai diri sendiri muncul ketika seorang anak melukai dirinya dengan tujuan tertentu. Bentuk yang paling umum dari melukai diri sendiri adalah kekerasan secara fisik, tapi semua 4 bentuk kekerasan masih mungkin. Seorang anak bisa memotong atau memukul dirinya sendiri, memarahi dirinya sendiri secara verbal dan mental, ikut serta dalam tindakan seksual yang merusak, penggunaan obat terlarang dan alkohol, atau percobaan bunuh diri. Di setiap kasus ini sang anak perlu dilindungi dari dirinya sendiri
Hal ketiga dimana kekerasan pada anak bisa terjadi adalah # 3. teman sebaya. Tekanan dari teman sebaya terjadi ketika anak-anak melakukan kekerasan terhadap anak lainnya, dan ini lebih sering disebut tindakan penggertakan. Walaupun penggertakan biasanya adalah bagian yang lazim dari masa kanak-kanak, hal ini tidak bisa ditoleransi atau menjadi alasan. Seperti berbagai bentuk kekerasan pada anak, tekanan dari teman sebaya juga bisa merusak anak secara fisik, emosi, seksual, dan psikologis.
Akhirnya, seorang anak bisa mengalami kekerasan lewat melukai # 4. diri sendiri, yang biasanya dihubungkan dengan rendahnya harga diri atau ada kemarahan terhadap diri sendiri. Melukai diri sendiri muncul ketika seorang anak melukai dirinya dengan tujuan tertentu. Bentuk yang paling umum dari melukai diri sendiri adalah kekerasan secara fisik, tapi semua 4 bentuk kekerasan masih mungkin. Seorang anak bisa memotong atau memukul dirinya sendiri, memarahi dirinya sendiri secara verbal dan mental, ikut serta dalam tindakan seksual yang merusak, penggunaan obat terlarang dan alkohol, atau percobaan bunuh diri. Di setiap kasus ini sang anak perlu dilindungi dari dirinya sendiri
Silahkan share...! Terimakasih
0 comments:
Posting Komentar